Newest Post
// Posted by :Febryan Sukma Limanus
// On :Senin, 02 September 2013
Pada Maret 1967, Carlos Hathcock dan Johnny Burke bertugas di Lembah
Gajah. Saat itu matahari baru saja terbit ketika mereka mendengar suara
berisik dari sebelah kanan tempat persembunyian mereka. Mereka melihat
sekitar 80 prajurit Vietnam Utara (1 Kompi) muncul dari arah sungai Ca
De Song. Jarak itu hampir 1.000 m dari tempat persembunyian mereka.
Prajurit Vietnam utara berjalan santai menuju tanggul yang terbentang
di persawahan luas di depan mereka.
Dari penampilan dan sikap para prajurit Vietnam Utara itu menunjukan
bahwa mereka pasukan baru yang tidak punya pengalaman tempur sama
sekali. Seragam mereka pun baru, bahkan kedua perwiranya pun sama sekali
tak berusaha menyuruh prajurit bersembunyi agar tidak berisik.
Saat itu merupakan situasi yang sangat ideal bagi seorang sniper. Medan
yang luas rata, tidak ada angin, kabut ataupun uap panas (mirage) yang
mengganggu penglihatan. Setelah pasukan mencapai jarak 700 m dari kedua
sniper AS, Carlos memerintahkan Jhonny menembak prajurit yang terakhir
dan ia sendiri menembak si komandan di depan. Kedua tembakan ini membuat
prajurit panik dan lari berlindung di belakang tanggul sawah yang
tingginya kira-kira 60 cm.
Keduanya segera menembak beberapa prajurit yang mencoba melongokkan kepala untuk mencari asal tembakan. Hal ini membuat para perwira yang tersisa, panik dan berbalik lari kembali kearah sungai dan Carlos pun menghabisinya.
Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa yang harus dilakukan atau diperbuat. Prajurit Vietnam utara ini terjepit. Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik tanggul, langsung tertembak mati.
Di radio, Carlos menolak pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya korban dari pihak marinir. “saya kira kami berdua pun mampu menahannya mereka disana selama kami mau.” tukasnya.
Waktu malam tiba, altileri terus menerus menerangi medan pertempuran dengan tembakkan lampu suar (flare) Carlos dan Johnny secara bergantian berjaga dan terus berpindah ke posisi agar musuh tidak dapat menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Keesokan harinya sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit yang masih tersisa menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang.
Keduanya segera menembak beberapa prajurit yang mencoba melongokkan kepala untuk mencari asal tembakan. Hal ini membuat para perwira yang tersisa, panik dan berbalik lari kembali kearah sungai dan Carlos pun menghabisinya.
Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa yang harus dilakukan atau diperbuat. Prajurit Vietnam utara ini terjepit. Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik tanggul, langsung tertembak mati.
Di radio, Carlos menolak pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya korban dari pihak marinir. “saya kira kami berdua pun mampu menahannya mereka disana selama kami mau.” tukasnya.
Waktu malam tiba, altileri terus menerus menerangi medan pertempuran dengan tembakkan lampu suar (flare) Carlos dan Johnny secara bergantian berjaga dan terus berpindah ke posisi agar musuh tidak dapat menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Keesokan harinya sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit yang masih tersisa menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang.
Sayang, kesempatan baik untuk meloloskan diri ini disia-siakan oleh
pasukan Vietnam Utara. Keesokan harinya lima tentara Vietnam Utara yang
nekat menyerbu deretan pepohonan tempat kedua sniper tersebut
bersembunyi sambil memberondongkan AK-47. Kelima prajurit ini tidak
pernah mencapai lebih dari 100 m dari tempat mereka semula (tewas).
Carlos dan Johnny selalu berpindah posisi. Bukan hanya untuk
membingungkan lawan tapi juga untuk menghindar dari sengatan bau bangkai
yang tak termuntahkan. Ketika para musuh ramai memberondongkan posisi
tembak mereka sebelumnya, Carlos dan Johnny dengan tenang menembak
dua-tiga orang dari posisi yang baru. Sore berikutnya sekitar 10
prajurit nekad berlari kearah sungai. Sekali lagi semuanya tewas.
Dihari ke empat siang dan malam peristiwa yang sama berulang. Setiap
mereka berusaha lari, mereka langsung ditembak. Pada hari kelima hanya
lima sampai enam orang saja yang tersisa dari 80 orang. Mereka sudah
sakit dan hampir mati kelelahan. Bau bangkai sudah dapat tercium dari
jarak beberapa kilometer. Karena kedua marinir pun sudah sangat lelah,
kehabisan peluru, makanan dan air, akhirnya mereka meminta bantuan
tembakan untuk menghabisi sisa pasukan musuh.
Diakhir cerita hanya seorang sersan bagian perbekalan yang masih hidup.
Ia pada mulanya tak percaya kalau pasukannya dihabisi hanya oleh dua
orang. Baru setelah mengetahui bahwa lawannya adalah Sniper, ia langsung
yakin dan percaya.