Newest Post
Archive for September 2013
1.File data yang keluar/masuk dari/ke serverFile data yang keluar/masuk dari/ke serverdapat di kontrol.dapat di kontrol.
2.Proses backup data menjadi lebih mudahProses backup data menjadi lebih mudahdan cepatdan cepat
Kerugian LAN1.Jika menggunakan HUB akan lebih lambat dalam pengaksesan karena speed terbagi untuk client yang lain
2.Tidak bisa dijadikan sebagai Server
Pada Maret 1967, Carlos Hathcock dan Johnny Burke bertugas di Lembah
Gajah. Saat itu matahari baru saja terbit ketika mereka mendengar suara
berisik dari sebelah kanan tempat persembunyian mereka. Mereka melihat
sekitar 80 prajurit Vietnam Utara (1 Kompi) muncul dari arah sungai Ca
De Song. Jarak itu hampir 1.000 m dari tempat persembunyian mereka.
Prajurit Vietnam utara berjalan santai menuju tanggul yang terbentang
di persawahan luas di depan mereka.
Dari penampilan dan sikap para prajurit Vietnam Utara itu menunjukan
bahwa mereka pasukan baru yang tidak punya pengalaman tempur sama
sekali. Seragam mereka pun baru, bahkan kedua perwiranya pun sama sekali
tak berusaha menyuruh prajurit bersembunyi agar tidak berisik.
Saat itu merupakan situasi yang sangat ideal bagi seorang sniper. Medan
yang luas rata, tidak ada angin, kabut ataupun uap panas (mirage) yang
mengganggu penglihatan. Setelah pasukan mencapai jarak 700 m dari kedua
sniper AS, Carlos memerintahkan Jhonny menembak prajurit yang terakhir
dan ia sendiri menembak si komandan di depan. Kedua tembakan ini membuat
prajurit panik dan lari berlindung di belakang tanggul sawah yang
tingginya kira-kira 60 cm.
Keduanya segera menembak beberapa prajurit yang mencoba melongokkan kepala untuk mencari asal tembakan. Hal ini membuat para perwira yang tersisa, panik dan berbalik lari kembali kearah sungai dan Carlos pun menghabisinya.
Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa yang harus dilakukan atau diperbuat. Prajurit Vietnam utara ini terjepit. Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik tanggul, langsung tertembak mati.
Di radio, Carlos menolak pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya korban dari pihak marinir. “saya kira kami berdua pun mampu menahannya mereka disana selama kami mau.” tukasnya.
Waktu malam tiba, altileri terus menerus menerangi medan pertempuran dengan tembakkan lampu suar (flare) Carlos dan Johnny secara bergantian berjaga dan terus berpindah ke posisi agar musuh tidak dapat menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Keesokan harinya sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit yang masih tersisa menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang.
Keduanya segera menembak beberapa prajurit yang mencoba melongokkan kepala untuk mencari asal tembakan. Hal ini membuat para perwira yang tersisa, panik dan berbalik lari kembali kearah sungai dan Carlos pun menghabisinya.
Tanpa pimpinan, tanpa senapan mesin, tanpa radio dan tidak tau apa yang harus dilakukan atau diperbuat. Prajurit Vietnam utara ini terjepit. Setiap ada diantara mereka yang mencoba mengeluarkan kepala dari balik tanggul, langsung tertembak mati.
Di radio, Carlos menolak pengiriman pasukan bantuan marinir untuk menghabisi mereka. Karena menurutnya hanya akan mengakibatkan pertempuran yang baru dan jatuhnya korban dari pihak marinir. “saya kira kami berdua pun mampu menahannya mereka disana selama kami mau.” tukasnya.
Waktu malam tiba, altileri terus menerus menerangi medan pertempuran dengan tembakkan lampu suar (flare) Carlos dan Johnny secara bergantian berjaga dan terus berpindah ke posisi agar musuh tidak dapat menembak mereka dan mencegah pasukan musuh lolos.
Keesokan harinya sekitar jam 10 pagi, delapan prajurit yang masih tersisa menyerbu deretan pepohonan dimana kedua Marinir ini bersembunyi (jarak kira-kira 600 m) hanya satu orang yang berhasil kembali ketanggul. Pada malam kedua, kabut turun menyelubungi sawah tersebut. Saat itu jumlah pasukan Vietnam Utara tinggal 65 orang.
Sayang, kesempatan baik untuk meloloskan diri ini disia-siakan oleh
pasukan Vietnam Utara. Keesokan harinya lima tentara Vietnam Utara yang
nekat menyerbu deretan pepohonan tempat kedua sniper tersebut
bersembunyi sambil memberondongkan AK-47. Kelima prajurit ini tidak
pernah mencapai lebih dari 100 m dari tempat mereka semula (tewas).
Carlos dan Johnny selalu berpindah posisi. Bukan hanya untuk
membingungkan lawan tapi juga untuk menghindar dari sengatan bau bangkai
yang tak termuntahkan. Ketika para musuh ramai memberondongkan posisi
tembak mereka sebelumnya, Carlos dan Johnny dengan tenang menembak
dua-tiga orang dari posisi yang baru. Sore berikutnya sekitar 10
prajurit nekad berlari kearah sungai. Sekali lagi semuanya tewas.
Dihari ke empat siang dan malam peristiwa yang sama berulang. Setiap
mereka berusaha lari, mereka langsung ditembak. Pada hari kelima hanya
lima sampai enam orang saja yang tersisa dari 80 orang. Mereka sudah
sakit dan hampir mati kelelahan. Bau bangkai sudah dapat tercium dari
jarak beberapa kilometer. Karena kedua marinir pun sudah sangat lelah,
kehabisan peluru, makanan dan air, akhirnya mereka meminta bantuan
tembakan untuk menghabisi sisa pasukan musuh.
Diakhir cerita hanya seorang sersan bagian perbekalan yang masih hidup.
Ia pada mulanya tak percaya kalau pasukannya dihabisi hanya oleh dua
orang. Baru setelah mengetahui bahwa lawannya adalah Sniper, ia langsung
yakin dan percaya.
Kian banyak peran senjata api semasa pergolakan menentang Belanda pada
abad ke 18 dan 19 membuat beragam senjata api banyak beredar di tangan
sejumlah kelompok perlawanan. Sayang, penggunaannya belum maksimal
mengingat kesulitan kelompok perlawanan memperoleh amunisinya. Terbukti
dari uraian dalam laporan kematian para perwira pasukan kolonial Hindia
Belanda yang kebanyakan tewas akibat senjata tajam atau tembakan jarak
dekat.
Mungkin satu-satunya aksi tembak runduk kelompok perlawanan yang secara
resmi di akui rejim kolonial Belanda adalah insiden tewasnya Mayor
Jenderal JHR Kohler di depan Mesjid Raya Baitul Rachman, Kutaraja (kini
banda Aceh) pada tanggal 1873. Saat itu pasukan ekspedisi Belanda
berkekuatan 5.000 orang yang telah sembilan hari menyerang Kesultanan
Aceh berhasil mendobrak pertahanan laskar Aceh di Mesjid Raya dan
kemudian membakarnya hingga ludes.
Kohler yang tengah mengadakan inspeksi saat situasi sedang lengang
hendak beristirahat di bawah sebuah pohon yang berjarak sekitar 100 m
dari masjid. Mendadak sebuah tembakan meletus dan mengenai tepat di
kepalanya sehingga membuat Kohler tewas seketika. Seketika itu juga si
penembak di berondong tembakan oleh tentara Belanda, ternyata pelaku
penembakan Kohler diketahui seorang remaja Laskar Aceh berusia 19 tahun
yang bersembunyi di reruntuhan masjid.
Dilain pihak, laskar aceh sendiri sempat merasakan betapa ampuhnya
sengatan penembak runduk, salah satu tokoh mereka, Teungku Umar, tewas
di hajar sebutir peluru emas milik seorang penembak runduk dari satuan
elit Marachaussee di pantai Sua Ujung Kuala. Saat itu Teungku Umar
tengah merencanakan penyerbuan terhadap kota Meulaboh pada dini hari
tanggal 11 Februari 1899.
Sniper dan Spotter
Bagi anda para pecandu militer yang kebanyakan didominasi oleh penganut
aliran Barat, istilah Designated Marksman (DM) memang terasa asing.
Tidak heran dikalangkan Angkatan Bersenjata AS sendiri fungsi designated
marksman baru muncul pada awal tahun 2000.
DM adalah salah satu fungsi pasukan di dalam regu (squad) yang bertugas
memberikan bantuan tembakan akurasi tinggi pada jarak jauh. Dengan
adanya DM jangkauan tembakan yang diberikan oleh regu akan meningkat
drastis. Regu dapat mengeliminasi musuh sebelum mencapai posisi kawan.
Bedanya dengan sniper, DM hanya diharapkan mampu melawan target pada
jarak menengah atau berkisar 500 m.
Sementara sniper biasanya beroprasi mengeliminasi target pada jarak
500-2.000 m. Selain itu sniper biasanya beroperasi pada level batalion,
sementara DM jadi bagian organik dari satu regu, sama seperti fungsi
refilmen, gunner atau grenadier.
Untuk urusan senjata DM tentu memakai yang beda dengan sniper. DM
biasnya di lengkapi dengan senapan semiotometik dengan sistem mekanisme
gas operated, karena biasanya DM beroperasi pada jarak lebih dekat
dengan musuh. Untuk urusan DM, AS harus mengakui keunggulan Rusia. Jelas
saja karena konsep DM sebenarnya lahir dari tangan Uni Soviet pada era
1980-an.
Uni soviet yang menciptakan SVD yang kemudian mematok pola satu SVD
setiap regu. Sementara AS keliatannya masih belum matang dalam
mengadopsi senapan DM yang definitif. Walaupun AD AS sudah sreg dengan
pilihan M14, angkatan lain seperti marinir memutuskan menciptakan
senapan baru sehingga terwujudlah USMC SAM-R
Beberapa doktrin membedakan antara penembak runduk (sniper) dengan
penembak jitu (marksman, sharpshooter, atau designated marksman). Sniper
terlatih sebagai ahli stealth dan kamuflase, sedangkan penembak jitu
tidak. Sniper merupakan bagian terpisah dari regu infanteri, yang juga
berfungsi sebagai pengintai dan memberikan informasi lapangan yang
sangat berharga, sniper juga memiliki efek psikologis terhadap musuh.
Sedangkan penembak jitu tidak memakai kamuflase, dan perannya adalah
untuk memperpanjang jarak jangkauan pada tingkat regu.
Penembak jitu umumnya memiliki jangkauan sampai 800 meter, sedangkan
sniper bisa sampai 1500 meter atau lebih. Ini dikarenakan sniper pada
umumnya menggunakan senapan runduk bolt-action khusus, sedangkan
penembak jitu menggunakan senapan semi-otomatis, yang biasanya berupa
senapan tempur atau senapan serbu yang dimodifikasi dan ditambah
teleskop.
Sniper telah mendapatkan pelatihan khusus untuk menguasai teknik
bersembunyi, pemakaian kamuflase, keahlian pengintaian dan pengamatan,
serta kemampuan infiltrasi garis depan. Ini membuat sniper memiliki
peran strategis yang tidak dimiliki penembak jitu. Penembak jitu
dipasang pada tingkat regu, sedangkan sniper pada tingkat batalyon dan
tingkat kompi.
Sniper
Teknik Kamuflase
Sniper menggunakan kamuflase dan membatasi gerakan mereka, agar tidak
bisa dideteksi. Bidikan teleskopik harus mendapatkan perhatian khusus,
karena lensa dari alat bidik harus terbuka, tapi dalam keadaan terbuka
akan dapat memantulkan cahaya matahari, dan ini bisa membeberkan posisi
sniper. Solusi yang biasa digunakan adalah mencari tempat bersembunyi
yang tidak terkena cahaya matahari langsung, atau dengan menutupi lensa
dengan sesuatu yang tidak memantulkan cahaya, seperti sebuah kain tipis.
Sniper modern juga harus memperhatikan kamuflase mereka jika dilihat
dengan cahaya infra-merah, karena militer modern sudah menggunakan
penglihatan suhu (thermal vision), menggantikan night vision, yang hanya
meningkatkan intensitas cahaya. Bahan pakaian dan peralatan bisa muncul
bila dilihat dengan alat thermal vision. Maka sniper juga bisa memakai
bahan lain seperti plastik, atau bahan khusus seperti selimut thermal,
atau bahan lain yang tidak terdeteksi oleh thermal vision.